+62 21 8614101

triangle
About Us

Genisha AM (Kelas X MIPA 4) – Mengikuti Lomba FeLSI Bidang Feature

“TAK BISA KAH BILA KITA BERDAMAI?”

Perlakuan Tidak Sebanding Pada Etnis Tionghoa-Indonesia

“Namun orang yang bijak akan menerima segala bentuk perbedaan pandangan sebagai kekayaan, karena keseragaman pikiran sungguh-sungguh memiskinkan kemanusiaan”

 -Seno Gumira Ajidarma

 

“Gimana Indonesia bisa maju kalau banyak orang China-nya? Jangan mau-mau dijajah kayak begini!”, saya rasa perkataan semacam ini sudah tidak asing di telinga anda. Jika kita memperhatikan media sosial, terutama pada saat membahas masalah ekonomi dan politik negara, tersebar luas komentar-komentar seperti itu. Di lain sisi, ada banyak para etnis Tionghoa-Indonesia dari dulu hingga sekarang yang membawa nama harum Indonesia ke penjuru dunia. Jika direnungkan dengan baik, tentunya kita dapat berpikir bahwa ada yang janggal dari ini semua.

Sudah tidak asing apabila mendengar kata ‘rasisme’ dan ‘China’, serta, kedua kata tersebut berada dalam dimensi yang sama. Masyarakat Indonesia sering kali memandang sebelah mata terhadap China, termasuk etnis Tionghoa-Indonesia yang hidup di Indonesia. Namun, sebelum kita membahas lebih lanjut, ada baiknya apabila kita menelaah terlebih dahulu apa itu etnis Tionghoa-Indonesia.

Etnis Tionghoa-Indonesia sendiri ialah suatu etnis yang berada di Indonesia, namun asal usul leluhurnya berasal dari Tiongkok (China). Tetapi, meskipun asal usul leluhurnya berasal dari Tiongkok (China), etnis Tiongkok-Indonesia yang hidup di Indonesia tetaplah seorang WNI. Etnis Tionghoa-Indonesia di Indonesia telah mencapai kurang lebih 5 juta jiwa di masa sekarang. Etnis ini telah menyebar ke seluruh Indonesia, namun mayoritas bermukim di daerah perkotaan. (Wikipedia Indonesia, 2021)

Pada dasarnya, sejarah Indonesia tidak luput dari bangsa China. Berdasarkan hasil penelitian sejarah, pada awalnya masyarakat Tionghoa datang ke Indonesia sejak masa kekaisaran Dinasti Han (206SM-220M). (Nakita Gunawan, 2020) Tak hanya itu, masyarakat Tionghoa juga tercantum pada catatan jejak aktivitas Kerajaan Nusantara pada kisaran abad ke-4 hingga abad ke-7, (Bayu Galih, 2020) ada pula beberapa jejak lain yang telah ditinggalkan. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa peran bangsa China sangat berpengaruh dalam catatan sejarah dan kehidupan bernegara Nusantara ataupun Indonesia sejak dahulu kala.

Namun pada zaman kolonial, etnis Tionghoa ini seringkali dijadikan sasaran pembunuhan massal atau kasarnya dibantai oleh pasukan Belanda. Selain itu diadakannya aturan wjikenstelsel yang membuat etnis Tionghoa tidak dapat bermukim di sembarang tempat. (Wikipedia Indonesia, 2021) Tidak selesai pada zaman kolonial, hingga zaman Orde Baru pun etnis Tionghoa ini dijadikan sasaran oleh pemerintahan walaupun mereka tidak memiliki kesalahan. (Sri Lestari, 2018) Kesannya seperti ingin menghapus keberadaan etnis Tionghoa ini yang berada di Indonesia. Tak hanya pemerintah yang melakukan hal tersebut, bahkan masyarakat sekitar pun juga melakukan hal yang sama terhadap etnis ini. Puncaknya adalah ketika kerusuhan tahun 1998 yang cukup menggemparkan saat itu, ketika etnis Tionghoa ini ditindas habis-habisan oleh masyarakat Indonesia.

Hingga saat ini, beberapa etnis Tionghoa-Indonesia yang terkena getah dari gerakan anti-Tionghoa tahun 1998 memilih pergi tinggal di luar negeri, karena mereka merasa akan aman dari segala kerusuhan dan bahaya yang berasal dari Indonesia seperti kejadian dahulu. Trauma yang ditinggalkan dari kejadian itu saya yakin melekat pada jiwa mereka. Di lain sisi, masih ada banyak etnis Tionghoa-Indonesia yang menetap di Indonesia hingga sekarang dan memengaruhi keberlangsungan kehidupan di Indonesia.

Yang menjadi permasalahannya di sini adalah, mengapa etnis Tionghoa-Indonesia dipandang sebelah mata walaupun mereka adalah seorang WNI yang bahkan memiliki rasa nasionalisme kepada Indonesia? Hal ini disebabkan salah satunya oleh stereotipe masyarakat Indonesia terhadap “orang luar”. (Nakita Gunawan, 2020) Stereotipe ini menimbulkan rasa terancam terhadap masyarakat Indonesia akan adanya “orang luar”, misalnya yang marak di Indonesia di masa sekarang adalah perekonomian dikuasai oleh bangsa China, hal ini menimbulkan pemikiran negatif masyarakat terhadap bangsa China, termasuk etnis Tionghoa-Indonesia, karena kalah dalam persaingan. Padahal dengan adanya persaingan ini seharusnya membuat pribumi asli Indonesia merasa tertantang untuk berusaha lebih maju dan meningkatkan kualitas pribadi. Tetapi, ada benarnya apabila pemerintah harus lebih tegas mengenai perekonomian di Indonesia yang saat ini didominasi oleh etnis tertentu, agar seluruh rakyat Indonesia memiliki kesempatan dalam keberlangsungan kehidupan ekonomi secara merata.

Adapula contoh lainnya yaitu pemikiran masyarakat terhadap etnis Tionghoa-Indonesia yang malas, perhitungan, menindas pribumi, dan sebagainya. Isu-isu yang bertebaran di media sosial mengenai bangsa China pun memperkeruh suasana dan membuat masyarakat menutup mata akan kebenaran mengenai etnis ini. Ditambah lagi dengan adanya COVID-19 oleh virus corona yang berasal dari Wuhan, China membuat masyarakat semakin membenci bangsa China yang dipikirannya membawa kesialan. Etnis Tionghoa-Indonesia terkena getahnya walaupun virus ini tidak memiliki campur tangan mereka, padahal tidak ada satupun yang menginginkan virus ini ada dan seluruh manusia di muka bumi ini menginginkan pandemi ini cepat berakhir.

Sangat banyak etnis Tionghoa-Indonesia yang bernotabene seorang WNI telah mengharumkan atas nama Indonesia di kancah Internasional. Contohnya yaitu Kevin Sanjaya yang telah merebut medali emas pada saat pertandingan bulu tangkis di ASIAN Games tahun 2018, hal itu cukup untuk menggemparkan satu negara Indonesia. (Diya Farida Purnawangsuni, 2020) Selain Kevin Sanjaya, masih ada banyak nama etnis Tionghoa lain yang berusaha dan menggeluti dunia internasional untuk membawa nama harum Indonesia. Dari segala hal ini, kita dapat sadar bahwa apapun identitas mereka bukanlah menjadi sebuah persoalan besar dalam kehidupan bernegara.

Sudahilah segala prasangka buruk terhadap etnis Tionghoa-Indonesia, termasuk juga dengan etnis lainnya yang berada di Indonesia. Memang, sebagai seorang bangsa Indonesia kita harus melindungi bangsa dari ancaman luar, tapi bukan berarti kita perlu melalukan rasisme terhadap bangsa tersebut, karena belum tentu bangsa tersebut memiliki niat buruk terhadap bangsa kita. Janganlah menggeneralisasi suatu etnis hanya karena perlakuan satu-dua orang. Mereka semua tetaplah seorang WNI yang memiliki rasa nasionalisme terhadap Indonesia, bahkan bisa saja rasa tersebut lebih besar daripada pribumi asli.

Apabila dipikir lebih jauh, jika rasisme ini terus dilanjutkan bisa saja berdampak negatif terhadap kehidupan sosial yang berada di Indonesia. Akan ada banyak permasalahan baru atau mungkin lebih besar muncul di lingkungan masyarakat. Bisa saja terjadinya perpecahan antarkelompok dan akan menimbulkan kerusuhan yang berada di kehidupan bermasyarakat, seperti kerusuhan tahun 1998 silam. Jangan sampai bangsa Indonesia terpecah belah hanya karena perilaku rasisme ini.

Sebagai generasi muda ini, sudah sepantasnya kita meninggalkan sikap rasisme ini terhadap etnis tertentu. Kita semua tidak memiliki waktu untuk memperbesar masalah perbedaan ini, kini sudah saatnya kita bersatu menyelaraskan perbedaan yang ada dalam masyarakat untuk membawa nama harum Indonesia di kancah internasional. Bersatulah dalam mengharumkan Indonesia ini, karena keragaman dan persatuan itu adalah kombinasi terkuat dalam memajukan bangsa ini. Semoga dengan adanya artikel ini dapat membuka mata para pembaca terhadap etnis Tionghoa-Indonesia dan etnis lainnya yang dipandang sebelah mata. Tidak hanya mengenai etnis, ada banyak keragaman seperti agama, budaya, ras, dan lainnya yang perlu kita hormati dan rangkul selagi hal tersebut masih lurus dengan norma di Indonesia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *